Selasa, 30 September 2014

^^ MAKNA KEGAGALAN ^^

Siapa yang tidak tahu butik “VanJava”. Yah, butik yang lagi booming di kalangan remaja karena busana yang dijual selalu up to date dan sesuai selera masyarakat. Dari kejauhan terlihat hiruk pikuk pengunjung berbondong-bondong datang ke tempat tersebut. Tentunya hal ini semakin menambah pundi-pundi uang bagi si pemilik. Tetapi di sudut ruangan terlihat Nisa, perempuan cantik yang merupakan pemilik butik yang justru pikirannya sibuk terbang melayang pada kenangannya di masa lalu saat dirinya masih berjuang demi kesuksesannya.
“Akhirnya tidak sia-sia semua usahaku.” ucap Nisa yang kini sedang bahagia, karena satu jam yang lalu dia sudah dinyatakan lulus dari Universitas Brawijaya Malang, jurusan teknologi informatika dan ilmu komputer dengan IPK yang cukup tinggi. Maka, sudah saatnya ia harus mencari pekerjaan untuk membantu kebutuhan hidup keluarganya dan biaya sekolah adik-adiknya. “Mulai besok, aku akan berangkat ke Jakarta. Di sanalah aku akan mengadu nasib, mencari pekerjaan yang layak.” kata Nisa menyemangati dirinya sendiri sambil berdiri di depan cermin.
Keesokan harinya saat Sang Surya masih tidur, Nisa sudah meninggalkan kampung halamannya. Kini dia sudah berada di dalam bus yang akan membawanya menuju Jakarta. Kendaraan yang ditumpanginya melaju dengan santai melewati area persawahan yang menyebabkan siapa saja yang melihat pemandangan yang dilalui menjadi segar kembali pikirannya. Namun hal itu tidak menyegarkan pikiran Nisa. Karena selama perjalanan, berkas-berkas yang akan menunjangnya dalam melamar pekerjaan dikoreksi kelengkapannya, agar tak ada yang terlupa. “Kalaupun ada berkas yang terlupa, aku akan berhenti di sini sekarang juga dan mencari kendaraan lain yang akan membawaku kembali ke rumah.” begitulah yang dipikirkan Nisa selama berada di bus. Selain itu, doa selalu dipanjatkannya agar perjalanannya selamat dan diberi kelancaran untuk nantinya dalam mencari pekerjaan di Jakarta. “Ya Tuhan, semoga aku tidak pulang dengan tangan kosong, agar tak mengecewakan keluargaku yang berharap penuh kepadaku. Kabulkanlah doaku ini, Tuhan.”
Setelah 2 jam Nisa duduk di bangku bus, akhirnya sampai juga di kota yang akan menjadi tempat mengadu nasibnya. Dia bergegas mencari kamar mandi umum untuk memperbaiki penampilannya, kemudian berangkat menuju bangunan-bangunan tinggi untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan skillnya. Namun usahanya ini tak semulus yang dikira. Sejak tadi, tak ada satupun tempat kerja yang mau menerimanya. Nisa pun terpaksa pulang dengan tangan kosong. “Ah… Benar-benar sulit mencari pekerjaan itu.” katanya dalam hati dengan muka kusut.
 Selama perjalanan pulang, Nisa benar-benar bingung apa yang akan dikatakannya nanti. Dia tak tega mengatakan hal ini kepada keluarganya, terutama ibunya. Karena malam sebelum berangkat ke Jakarta, ibunya berkata, “Nak, nanti di Jakarta hati-hati ya. Berdoalah selalu agar diberi kemudahan oleh Allah. Ibu berharap kamu bisa seperti pamanmu yang bekerja di kantor dan memimpin banyak karyawan.” Pesan itulah yang justru membuat Nisa kini menangis karena tidak bisa menghadiahkan ibunya pekerjaan yang layak, seperti pamannya itu.
Sesampainya di kampung halamannya, Nisa bejalan dengan wajah kusut menuju rumahnya. Saat sampai di halaman rumah, adik-adiknya segera berlari dan mengutarakan banyak pertanyaan. “Bagaimana Jakarta itu, kak?” “Apa benar ada banyak permainan di sana, kak?” “Kakak kerja apa di Jakarta?” ”Ayo kak cerita…cerita…” Karena si sulung terlihat kebingungan menjawabnya, maka ibunya pun angkat bicara, “Anak-anak, jangan bertanya dahulu ke kakakmu. Dia masih lelah karena perjalanan dari Jakarta ke sini cukup jauh. Jadi, biarkan kakakmu istirahat. Nanti kalian boleh menanyakan lagi apa yang kalian ingin tau kepada kakakmu.” “Baik, Bu…” seru ketiga adik Nisa. “Terima kasih,Bu.” kata Nisa yang disertai mencium kening ibunya dan memaksakan sedikit senyuman agar ibunya senang terlebih dahulu melihat dirinya pulang ke rumah. Setelah itu, ia bergegas menuju tempat tidur sambil menahan air mata yang hamper pecah saat melihat wajah ibunya yang berseri-seri melihat kedatangannya.
Sekitar 2 jam Nisa beristirahat. Saat bangun, pikirannya masih kacau karena memikirkan dirinya yang tak mndapat pekerjaan di Jakarta. Setelah merenung selama kurang lebih 30 menit, ia membulatkan tekadnya untuk memberitahukan hal ini kepada ibunya.
Setelah sampai di ruang keluarga, dimana ibunya berada sambil menonton televisi, Nisa dengan agak ragu memulai pembicaraannya. “Bu.. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan ibu..” “Apa itu, Nak?” jawab ibunya yang tetap memancarkan wajah yang gembira. “Begini, Bu.. Sebenarnya Nisa tidak mendapat pekerjaan di Jakarta.” Kata Nisa sambil menundukkan kepalanya. Sekejap suasana menjadi hening, tak ada suara obrolan. Hanya terdengar suara televisi yang terdengar memenuhi ruangan. Kemudian, si ibu pun memulai percakapan kembali. “Tidak apa-apa anakku. Dalam mencari pekerjaan, tak semua orang langsung berhasil mendapatkan pekerjaan. Kita harus berusaha terlebih dahulu. Mungkin Tuhan akan memberimu pekerjaan lain yang lebih berkah dan membawa banyak rezeki kepada keluarga kita, Nak.” jawab ibu yang masih menunjukkan senyum bahagia kepada anak sulungnya itu. “Terima kasih, Bu. Aku kira ibu akan marah kepadaku.” ucap Nisa sambil memeluk ibunya itu. “Ibu justru bangga kepadamu, Nak.” kata ibunya menambahkan.
Seminggu berlalu, Nisa melihat makanan yang disantapnya kini mulai berkurang. Adik-adiknya mulai mengeluh karena di sekolah mereka selalu ditagih uang SPP sekolah. Namun, saat melihat ibunya merenung di tempat tidur sambil membawa celengan yang tujuan awalnya digunakan untuk berangkat haji. Tiba-tiba si ibu  mau memecahkan celengan tersebut, dan untungnya berhasil dicegah oleh Nisa. Semenjak kejadian itulah Nisa tau kalau keluarga mereka kekurangan uang. Si sulung ini semakin merasa bersalah karena dia tak dapat menghidupi keluarganya dan malah hanya menganggur dan menambah masalah bagi keluarganya. Sempat terbersit dalam benaknya untuk melarikan diri, namun akibat tindakan tersebut ibunya justru akan menangis setiap hari. Maka, dia tidak jadi melarikan diri dari rumah. Kemudian ia berniat untuk meminjam uang kepada tetangganya yang lebih kaya, tapi dia ingat bahwa bunganya besar jika meminjam di sana. Jadi, dia tak jadi lagi melakukan tindakannya. Akhirnya dia tak bisa tidur selama dua hari karena bingung memikirkan cara agar dapat membantu biaya keluarganya.
Seminggu berikutnya Nisa bangun dari tidurnya dengan semangat yang hampir pudar. Karena sampai saat ini ia masih belum mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan skillnya alias menjadi pengangguran. Namun hari ini, wanita lulusan Universitas Brawijaya tersebut berniat berkeliling kampung mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarganya. Walaupun andaikan ada pekerjaan kecil yang dapat dilakukannya, dia akan melakukannya demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, saat Nisa berkeliling melihat butik kecil-kecilan terjejer rapi di kampungnya, dia bertemu teman lamanya di Universitas Brawijaya. Mereka berdua menceritakan kehidupannya setelah lulus dari universitas tersebut. Tak disangka, ternyata Nisa dan temannya, Rista sama-sama belum mendapat pekerjaan.
“Nis, menurutmu mungkin gak kalau kita memiliki butik seperti tetangga kita ini?” ucap Rista tiba-tiba. “Mungkin saja menurutku… Rista.. itu ide yang cemerlang. Kita bisa membangun butik sendiri dan mengembangkan sampai butik kita terkenal.” kata Nisa. “Ah.. kau benar, Nis. Baiklah, mulai sekarang kita harus mengumpulkan modal untuk butik kita.” kata Rista menambahkan penjelasan. Semenjak ide yang diucapkan Rista itulah, mereka berdua mulai mengumpulkan modal untuk membangun butik.
Saat pulang dari berkeliling kampung, Nisa memberitahukan niatnya untuk membangun sebuah butik kepada ibunya. Awalnya ibunya ragu, karena saat ini keuangan keluarganya bermasalah dan kemungkinan besar sulit untuk mencari modal dalam waktu yang cukup singkat. Si sulung tersebut mencoba membujuk ibunya agar setuju dan memberitahunya bahwa dia dan Rista memiliki modal yang cukup untuk membangun sebuah butik. Akhirnya ibunya pun setuju dan menyarankan anaknya untuk membuka butiknya di rumah peninggalan kakek yang terletak di kampung sebelah. Nisa dan Rista pun senang dan berterima kasih karena diberi kesempatan untuk membuka butik di rumah tersebut.
Keesokan harinya, Nisa dan Rista mencari pakaian-pakaian bekas yang akan disulapnya menjadi pakaian baru yang cantik dan modis. Selain itu, dengan skill yang dimiliki oleh Nisa, mereka membuat blog sendiri untuk menjual pakaian mereka melalui dunia maya.
Dua tahun sudah mereka lalui masa-masa susah saat awal membuka butik yang mereka namai “VanJava”. Kini usaha ini sudah berkembang pesat dan memiliki satu cabang, serta menjadi pilihan utama masyarakat dalam membeli busana. Mereka berdua pun sekarang tidak lagi bersama dalam satu tempat, melainkan Nisa menjadi pemilik butik pusat dan Rista menjadi pemilik butik cabang. Namun, nama butik mereka tetap sama dan mereka tetap bersama-sama mengembangkan butik “VanJava” ini.

#by: Nurridha - Please add my e-mail ( cikaciku25@gmail.com)