Siapa yang tidak tahu
butik “VanJava”. Yah, butik yang lagi booming di kalangan remaja karena busana
yang dijual selalu up to date dan sesuai selera masyarakat. Dari kejauhan
terlihat hiruk pikuk pengunjung berbondong-bondong datang ke tempat tersebut.
Tentunya hal ini semakin menambah pundi-pundi uang bagi si pemilik. Tetapi di
sudut ruangan terlihat Nisa, perempuan cantik yang merupakan pemilik butik yang
justru pikirannya sibuk terbang melayang pada kenangannya di masa lalu saat
dirinya masih berjuang demi kesuksesannya.
“Akhirnya tidak sia-sia
semua usahaku.” ucap Nisa yang kini sedang bahagia, karena satu jam yang lalu
dia sudah dinyatakan lulus dari Universitas Brawijaya Malang, jurusan teknologi informatika dan ilmu komputer
dengan IPK yang cukup tinggi. Maka, sudah saatnya ia harus mencari pekerjaan
untuk membantu kebutuhan hidup keluarganya dan biaya sekolah adik-adiknya.
“Mulai besok, aku akan berangkat ke Jakarta. Di sanalah aku akan mengadu nasib,
mencari pekerjaan yang layak.” kata Nisa menyemangati dirinya sendiri sambil
berdiri di depan cermin.
Keesokan harinya saat Sang Surya masih tidur, Nisa sudah
meninggalkan kampung halamannya. Kini dia sudah berada di dalam bus yang akan
membawanya menuju Jakarta. Kendaraan yang ditumpanginya melaju dengan santai
melewati area persawahan yang menyebabkan siapa saja yang melihat pemandangan
yang dilalui menjadi segar kembali pikirannya. Namun hal itu tidak menyegarkan
pikiran Nisa. Karena selama perjalanan, berkas-berkas yang akan menunjangnya
dalam melamar pekerjaan dikoreksi kelengkapannya, agar tak ada yang terlupa.
“Kalaupun ada berkas yang terlupa, aku akan berhenti di sini sekarang juga dan
mencari kendaraan lain yang akan membawaku kembali ke rumah.” begitulah yang
dipikirkan Nisa selama berada di bus. Selain itu, doa selalu dipanjatkannya
agar perjalanannya selamat dan diberi kelancaran untuk nantinya dalam mencari
pekerjaan di Jakarta. “Ya Tuhan, semoga aku tidak pulang dengan tangan kosong,
agar tak mengecewakan keluargaku yang berharap penuh kepadaku. Kabulkanlah
doaku ini, Tuhan.”
Setelah 2 jam Nisa duduk di bangku bus, akhirnya sampai juga
di kota yang akan menjadi tempat mengadu nasibnya. Dia bergegas mencari kamar
mandi umum untuk memperbaiki penampilannya, kemudian berangkat menuju bangunan-bangunan
tinggi untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan skillnya. Namun usahanya ini tak semulus yang dikira. Sejak tadi,
tak ada satupun tempat kerja yang mau menerimanya. Nisa pun terpaksa pulang
dengan tangan kosong. “Ah… Benar-benar sulit mencari pekerjaan itu.” katanya
dalam hati dengan muka kusut.
Selama perjalanan
pulang, Nisa benar-benar bingung apa yang akan dikatakannya nanti. Dia tak tega
mengatakan hal ini kepada keluarganya, terutama ibunya. Karena malam sebelum
berangkat ke Jakarta, ibunya berkata, “Nak, nanti di Jakarta hati-hati ya.
Berdoalah selalu agar diberi kemudahan oleh Allah. Ibu berharap kamu bisa
seperti pamanmu yang bekerja di kantor dan memimpin banyak karyawan.” Pesan
itulah yang justru membuat Nisa kini menangis karena tidak bisa menghadiahkan
ibunya pekerjaan yang layak, seperti pamannya itu.
Sesampainya di kampung halamannya, Nisa bejalan dengan wajah
kusut menuju rumahnya. Saat sampai di halaman rumah, adik-adiknya segera
berlari dan mengutarakan banyak pertanyaan. “Bagaimana Jakarta itu, kak?” “Apa
benar ada banyak permainan di sana, kak?” “Kakak kerja apa di Jakarta?” ”Ayo
kak cerita…cerita…” Karena si sulung terlihat kebingungan menjawabnya, maka
ibunya pun angkat bicara, “Anak-anak, jangan bertanya dahulu ke kakakmu. Dia
masih lelah karena perjalanan dari Jakarta ke sini cukup jauh. Jadi, biarkan
kakakmu istirahat. Nanti kalian boleh menanyakan lagi apa yang kalian ingin tau
kepada kakakmu.” “Baik, Bu…” seru ketiga adik Nisa. “Terima kasih,Bu.” kata Nisa
yang disertai mencium kening ibunya dan memaksakan sedikit senyuman agar ibunya
senang terlebih dahulu melihat dirinya pulang ke rumah. Setelah itu, ia
bergegas menuju tempat tidur sambil menahan air mata yang hamper pecah saat
melihat wajah ibunya yang berseri-seri melihat kedatangannya.
Sekitar 2 jam Nisa beristirahat. Saat bangun, pikirannya
masih kacau karena memikirkan dirinya yang tak mndapat pekerjaan di Jakarta.
Setelah merenung selama kurang lebih 30 menit, ia membulatkan tekadnya untuk
memberitahukan hal ini kepada ibunya.
Setelah sampai di ruang
keluarga, dimana ibunya berada sambil menonton televisi, Nisa dengan agak ragu
memulai pembicaraannya. “Bu.. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan ibu..”
“Apa itu, Nak?” jawab ibunya yang tetap memancarkan wajah yang gembira. “Begini,
Bu.. Sebenarnya Nisa tidak mendapat pekerjaan di Jakarta.” Kata Nisa sambil
menundukkan kepalanya. Sekejap suasana menjadi hening, tak ada suara obrolan.
Hanya terdengar suara televisi yang terdengar memenuhi ruangan. Kemudian, si
ibu pun memulai percakapan kembali. “Tidak apa-apa anakku. Dalam mencari
pekerjaan, tak semua orang langsung berhasil mendapatkan pekerjaan. Kita harus
berusaha terlebih dahulu. Mungkin Tuhan akan memberimu pekerjaan lain yang
lebih berkah dan membawa banyak rezeki kepada keluarga kita, Nak.” jawab ibu
yang masih menunjukkan senyum bahagia kepada anak sulungnya itu. “Terima kasih,
Bu. Aku kira ibu akan marah kepadaku.” ucap Nisa sambil memeluk ibunya itu. “Ibu
justru bangga kepadamu, Nak.” kata ibunya menambahkan.
Seminggu berlalu, Nisa
melihat makanan yang disantapnya kini mulai berkurang. Adik-adiknya mulai
mengeluh karena di sekolah mereka selalu ditagih uang SPP sekolah. Namun, saat
melihat ibunya merenung di tempat tidur sambil membawa celengan yang tujuan
awalnya digunakan untuk berangkat haji. Tiba-tiba si ibu mau memecahkan celengan tersebut, dan
untungnya berhasil dicegah oleh Nisa. Semenjak kejadian itulah Nisa tau kalau
keluarga mereka kekurangan uang. Si sulung ini semakin merasa bersalah karena
dia tak dapat menghidupi keluarganya dan malah hanya menganggur dan menambah
masalah bagi keluarganya. Sempat terbersit dalam benaknya untuk melarikan diri,
namun akibat tindakan tersebut ibunya justru akan menangis setiap hari. Maka,
dia tidak jadi melarikan diri dari rumah. Kemudian ia berniat untuk meminjam
uang kepada tetangganya yang lebih kaya, tapi dia ingat bahwa bunganya besar jika
meminjam di sana. Jadi, dia tak jadi lagi melakukan tindakannya. Akhirnya dia tak
bisa tidur selama dua hari karena bingung memikirkan cara agar dapat membantu
biaya keluarganya.
Seminggu berikutnya
Nisa bangun dari tidurnya dengan semangat yang hampir pudar. Karena sampai saat
ini ia masih belum mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan skillnya alias
menjadi pengangguran. Namun hari ini, wanita lulusan Universitas Brawijaya
tersebut berniat berkeliling kampung mencari pekerjaan untuk membantu keuangan
keluarganya. Walaupun andaikan ada pekerjaan kecil yang dapat dilakukannya, dia
akan melakukannya demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Pucuk dicinta
ulam pun tiba, saat Nisa berkeliling melihat butik kecil-kecilan terjejer rapi
di kampungnya, dia bertemu teman lamanya di Universitas Brawijaya. Mereka
berdua menceritakan kehidupannya setelah lulus dari universitas tersebut. Tak
disangka, ternyata Nisa dan temannya, Rista sama-sama belum mendapat pekerjaan.
“Nis, menurutmu mungkin
gak kalau kita memiliki butik seperti tetangga kita ini?” ucap Rista tiba-tiba.
“Mungkin saja menurutku… Rista.. itu ide yang cemerlang. Kita bisa membangun
butik sendiri dan mengembangkan sampai butik kita terkenal.” kata Nisa. “Ah..
kau benar, Nis. Baiklah, mulai sekarang kita harus mengumpulkan modal untuk
butik kita.” kata Rista menambahkan penjelasan. Semenjak ide yang diucapkan
Rista itulah, mereka berdua mulai mengumpulkan modal untuk membangun butik.
Saat pulang dari
berkeliling kampung, Nisa memberitahukan niatnya untuk membangun sebuah butik kepada
ibunya. Awalnya ibunya ragu, karena saat ini keuangan keluarganya bermasalah
dan kemungkinan besar sulit untuk mencari modal dalam waktu yang cukup singkat.
Si sulung tersebut mencoba membujuk ibunya agar setuju dan memberitahunya bahwa
dia dan Rista memiliki modal yang cukup untuk membangun sebuah butik. Akhirnya
ibunya pun setuju dan menyarankan anaknya untuk membuka butiknya di rumah
peninggalan kakek yang terletak di kampung sebelah. Nisa dan Rista pun senang
dan berterima kasih karena diberi kesempatan untuk membuka butik di rumah
tersebut.
Keesokan harinya, Nisa
dan Rista mencari pakaian-pakaian bekas yang akan disulapnya menjadi pakaian
baru yang cantik dan modis. Selain itu, dengan skill yang dimiliki oleh Nisa,
mereka membuat blog sendiri untuk menjual pakaian mereka melalui dunia maya.
Dua tahun sudah mereka
lalui masa-masa susah saat awal membuka butik yang mereka namai “VanJava”. Kini
usaha ini sudah berkembang pesat dan memiliki satu cabang, serta menjadi
pilihan utama masyarakat dalam membeli busana. Mereka berdua pun sekarang tidak
lagi bersama dalam satu tempat, melainkan Nisa menjadi pemilik butik pusat dan
Rista menjadi pemilik butik cabang. Namun, nama butik mereka tetap sama dan
mereka tetap bersama-sama mengembangkan butik “VanJava” ini.
#by: Nurridha - Please add my e-mail ( cikaciku25@gmail.com)